kuliah lapangan ekosistem perairan
LAPORAN PRAKTIKUM KULIAH LAPANGAN
BIOLOGI UMUM Il
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tidak
ada makhluk hidup yang berdiri sendiri. Makhluk hidup dan lingkungan
saling ketergantungan sehingga apabila terjadi perubahan pada salah satu
komponen akan menyebabkan perubahan pada komponen lain. Misalnya, di
Indonesia terdapat banyak kolam. Disemua tempat, komunitas kolam tidak
akan sama karena sifat- sifat komunitas akan dipengaruhi oleh
faktor-faktor setempat, baik lingkungan biotik maupun lingkungan
abiotik. Jika kita membicarakan kolam, kita akan teringat pada ikan
dengan anggapan bahwa di kolam hanya terdapat ikan saja. Padahal, selain
ikan terdapat pula organisme lain. Ikan yang terdapat di kolam terdapat
bermacam-macam spesiesnya dan juga terdapat bermacam-macam spesies
tumbuh-tumbuhan. (Ibayati 2003: 90).
Berdasarkan
sifat fisik dan biologinya, ekosistem perairan dapat terdiri dari
sungai, danau, muara dan laut. Akan tetapi jika sifat dari masing–masing
jenis ekosistem tersebut lebih rinci lagi, maka setiap ekosistem
perairan akan memiliki pembagian tersendiri. Ekosistem perairan terutama
perairan sungai adalah hal yang sangat vital bagi kelangsungan hidup
manusia, dan penggunaannya dari waktu ke waktu semakin meningkat untuk
berbagai keperluan dalam kehidupan sehari-hari (Anonim 2011: 1).
Ekosistem
diartikan sebagai komponen biotik (organisme hidup) dan abiotik (benda
tidak hidup) dari suatu areal atau habitat yang berinteraksi dalam
pertukaran energy dan nutrient. Interaksi ini memiliki suatu pengaruh
yang dalam terhadap saling tukar energi dan nutrient dalam suatu
lingkungan spesifik. Akan tetapi, sasaran pertama dalam studi ekosistem
adalah memperlihatkan jalan lintas umum gerakan energi dan
nutrient dalam ekosistem-ekosistem. Gerakan ini berhubungan tetapi
berbeda. Hal itu berhubungan karena gerakannya adalah melalui komponen
yang sama, tetapi berbeda karena aliran-aliran energi memikat nutrient tersebut didaur (Sagala 2004: 12-13).
Cahaya
matahari yang diserap oleh badan air akan menghasilkan panas di
perairan. Di perairan yang dalam, penetrasi cahaya matahari tidak sampai
ke dasar, karena itu suhu air di dasar perairan yang dalam lebih rendah
dibandingkan dengan suhu air di dasar perairan dangkal. Suhu
air merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktifitas serta
memacu atau menghambat perkembangbiakan organisme perairan. Pada umumnya peningkatan suhu air sampai skala tertentu akan mempercepat perkembang biakan organisme perairan (Odum 1993: 142).
Mikroorganisme
( Plankton ) ini ada yang dapat bergerak aktif sendiri seperti
satwa/hewan dan kita sebut dengan Plankton Hewani ( ZooPlankton ), dan
ada juga Plankton yang dapat melakukan assimilasi ( photosynthesis )
seperti halnya tumbuhan di darat, kelompok ini kita sebut dengan nama
Plankton Nabati (
PhytoPlankton ). Plankton nabati ( Phytoplankton ) merupakan kelompok
produsen dalam sistem mata rantai makanan. Mereka dapat melakukan
aktivitas hidupnya sendiri dengan memanfaatkan cahaya matahari.
Sedangkan Plankton hewani ( zooplankton ) harus melakukan aktivitas makan untuk mempertahankan eksistensinya (Anonim 2011: 2).
Plankton,
baik itu Plankton Hewani ( ZooPlankton ) maupun Plankton Nabati (
PhytoPlankton ) dalan sistem akuarium laut, merupakan pakan alami bagi
ikan dan koral yang hidup didalamnya. Mereka tergolong pakan yang
memiliki nilai gizi yang tinggi, memiliki bentuk dan ukuran yang sesuai
dengan mulut ikan dan koral, isi sel-nya padat, dinding sel-nya tipis,
serta tidak beracun, plankton biasanya melayang-layang mengikuti gerak
air. (Odum 1993:123)
Plankton
juga mempunyai kemampuan berkembangbiak dengan cepat, dan dapat dengan
mudah dibudidayakan secara massal, sehingga tidak perlu dikwatirkan
mereka akan punah. Beberapa jenis Plankton yang berhasil dibudidayakan
secara massal adalah Rotifera, Kutu Air, Diatomae, Tetraselmis, Chlorella, Artemia, Cacing Tubifex, Infusoria. Semua jenis Plankton yang berhasil dibudidayakan ini bisa menjadi pakan ikan hias dan koral dalam sistem akuarium laut (Ibayati 2003: 155).
1.2. Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis bentos dan plankton.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem
akuatik didefinisikan lebih banyak berdasarkan kondisi-kondisi fisiknya
daripada organisme-organisme dominan yang djumpai. Terdapat dua tipe
umum ekosistem akuatik : air tawar dan laut. Ekosistem air tawar
meliputi sungai , danau dan rawa. Sungai bervariasi dari perairan hulu
hingga ke muara sungai. Dalam perairan hulu, aliran adalah cepat, biasanya airnya lebih dingin
dan terdapat sedikit produsen primer, sebagai sumber energi utama
adalah detritus (bahan organik mati) dari daratan yang berdekatan,
meskipun biasanya terdapat beberapa ganggang yang melekat pada batuan
(Sagala 2004: 24).
Berdasarkan
ukuran bentos dibagi menjadi dua kelompok yaitu makrobenthos dan
mikrobenthos. Organisme makrobenthos adalah benthos yang tertahan pada
saringan berukuran 1,00 mm yang terdiri dari makrofotobenthos dan
makrozoobenthos. Mkrozobenthos atau makroinvertebrata benthic adalah
hewan-hewan yang tidak bertulang belakang, berukuran cukup besar (lebih
dari 0,5 mm), ukuran tubuh sedikitnya 3-5 mm sehingga dapat disaring
pada ukuran mata saring 2,5 x 0,5 mm atau 1,0 x 1,0 mm, membedakan
antara spesies yang selalu berpindah atau berada di atas sedimen dasar
disebut herpobenthos dan species yang berasosiasi dengan tanah disebut
dengan haptobenthos (Ibayati 2003: 155).
Makrozoobenthos
adalah biota air yang mudah terpengaruh oleh bahan pencemar, seperti
bahan pencemar kmiawi lumpur, pasir habitat yang pada umumnya merupakan
tempat pemupukan bahan-bahan pencemar Plankton didefinisikan sebagai organisme hanyut apapun yang hidup dalam zona pelagik (bagian atas) samudera, laut, dan badan air tawar.
Secara luas plankton dianggap sebagai salah satu organisme terpenting
di dunia, karena menjadi bekal makanan untuk kehidupan akuatik. Bagi
kebanyakan makhluk laut, plankton adalah makanan utama mereka. Plankton
terdiri dari sisa-sisa hewan dan tumbuhan laut. Ukurannya kecil saja.
Walaupun termasuk sejenis benda hidup, plankton tidak mempunyai kekuatan
untuk melawan arus (Anonim 2011: 1).
Plankton
hidup di pesisir pantai di mana ia mendapat bekal garam mineral dan
cahaya matahari yang mencukupi. Ini penting untuk memungkinkannya terus
hidup. Mengingat plankton menjadi makanan ikan,
tidak mengherankan bila ikan banyak terdapat di pesisir pantai. Itulah
sebabnya kegiatan menangkap ikan aktif dijalankan di kawasan itu.Selain
sisa-sisa hewan, plankton juga tercipta dari tumbuhan. Jika dilihat
menggunakan mikroskop, unsur tumbuhan alga dapat dilihat pada plankton
(Ibayati 2003: 156).
Fitoplankton adalah komponen autotrof plankton.
Autotrof adalah organisme yang mampu menyediakan/mensintesis makanan
sendiri yang berupa bahan organik dari bahan anorganik dengan bantuan
energi seperti matahari dan kimia. Komponen autotrof berfungsi sebagai
produsen. Nama fitoplankton diambil dari istilah Yunani, phyton atau "tanaman"
dan πλαγκτος ("planktos"), berarti "pengembara" atau "penghanyut".
Sebagian besar fitoplankton berukuran terlalu kecil untuk dapat dilihat
dengan mata telanjang. Akan tetapi, ketika berada dalam jumlah yang besar, mereka dapat tampak sebagai warna hijau di air karena (Odum 1993: 24)
mereka mengandung klorofil dalam sel-selnya (walaupun warna sebenarnya dapat bervariasi untuk setiap spesies fitoplankton karena kandungan klorofil yang berbeda beda atau memiliki tambahan pigmen seperti phycobiliprotein). Plankton biasanya melayang (bergerak pasif) mengikuti gerak aliran air terdiri atas fitoplankton dan zooplankton, Plankton
Nabati ( PhytoPlankton ) dalan sistem akuarium laut, merupakan pakan
alami bagi ikan dan koral yang hidup didalamnya. Mereka tergolong pakan
yang memiliki nilai gizi yang tinggi, memiliki bentuk dan ukuran yang
sesuai dengan mulut ikan dan koral (Anonim 2011: 2).
Disamping cahaya, fitoplankton juga sangat tergantung dengan ketersediaan nutrisi untuk pertumbuhannya. Plankton merupakan salah satu komponen utama dalam sistem mata rantai makanan Nutrisi-nutrisi ini terutama makronutrisi seperti nitrat, fosfat atau asam silikat, yang ketersediaannya diatur oleh kesetimbangan antara mekanisme yang disebut pompa biologis dan upwelling
pada air bernutrisi tinggi dan dalam. Akan tetapi, pada beberapa tempat
di Samudra Dunia seperti di Samudra bagian Selatan, fitoplankton juga
dipengaruhi oleh ketersediaan mironutrisi besi. Hal ini menyebabkan beberapa ilmuan menyarankan penggunaan pupuk besi untuk membantu mengatasi karbondioksida akibat aktivitas manusia di atmosfer (Odum 1993: 132).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal
06 Mei 2011, pada pukul 10.00-1600 WIB, bertempat di air terjun suban,
curup. Dan di identifikasi pada hari Kamis, tanggal 12 Mei 2011 pukul
13.00-15.00 WIB. Bertempat di Laboratorium Zoologi, Jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya,
Inderalaya.
3.2. Alat dan Bahan
Alat
yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah baki plastik, botol
vial, botol selai, ember 10 liter, kertas label, plankton net, suntikan
dan saringan bentos dengan diameter 0.5 milimikron, sedangkan bahan yang
diperlukan adalah formalin 4 %.
3.3. Cara Kerja
1. plankton
10
liter air diambil sebanyak 5 kali, kemudian disaring menggunakan
plankton net. Air yang telah disaring dimasukkan kedalam botol vial, dan
ditambahkan formalin 4%. Setelah itu diidentifikasi di laboratorium,
diamati dan dicatat hasil yang diperoleh.
2. Bentos
Diambil menggunakan saringan bentos dengan diameter 0.5 milimikron,
di saring menggunakan saringan di serasa, pasir dan kerikil. Kemudian
dimasukkan kedalam botol sample serta diberi formalin 4%. Setelah itu
diidentifikasi di laboratorium, diamati dan dicatat hasil yang diperoleh
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2011. Benthos dan plankton. Http://www.google.com/persilangan_varietas. Diakses tanggal 18 Mei 2011 jam 19.28 WIB.
Ibayati, Yayat. 2003. Biologi. Ganeca Exact : Jakarta.
Sagala, Efendi P. 2007. Pola-pola ekologi Ekosistem dan Pengukuran Densitas Relatif.
jurusan Biologi FMIPA Universitas Sriwijaya : Inderalaya.
Odum EP. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga. Yogayakarta. Gajah Mada University press.
LAPORAN PRAKTIKUM KULIAH LAPANGAN
BIOLOGI UMUM Il
KEANEKARANGAN TUMBUHAN PADA AREA TERKECIL REPRESENTATIF
OLEH :
NAMA : CHANDRA KARTIKAWATI (081110040 )
FITRIA (08111004043)
MASAYU FARAH DIBA (08111004068)
RAHMAT PRATAMA (08111004064)
RENDRA BAYU PRASETYO (08111004030)
RENI DWI AGUSTIANI (08111004064)
RIFQA KARINA (08111004050)
RISMA VIVI AMALIA (08111004037)
KELOMPOK : VII (TUJUH)
ASISTEN : 1. MARGARET PRICILIA (08081004004)
2. DENTI PUSPITA SARI (08081004004)
LABORATORIUM ZOOLOGI
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2011
ABSTRAK
Kuliah lapangan yang berjudul “Keanekarangan Tumbuhan Pada
Area Terkecil Representatif”. Tujuan praktikum ini adalah untuk
mempelajari keragaman jenis tumbuhan dalam suatau lingkungan, serta
untuk menentukan luas petak minimum yang dapat mewakili tipe komun.
Praktikum kuliah lapangan ini dilaksanakan pada hari Jumat 30 Maret
2012, pukul 09.00 WIB sampai dengan 11.00 WIB. Bertempat di Hutan Way
Kanan, Taman Nasional Way Kambas,Kabupaten Lampung Timur. Adapun alat
yang digunakan pada pratikum ini yaitu alat tulis, buku identifikasi,
kantong kemplang, lebel,
meteran, parang, tali plastik 1 gulung, Sedangkan bahan yang digunakan
perlengkapan pembuatan herbarium dan zat kima yang dibutuhkan. Hasil
yang didapat yaitu kita dapat mengetahui bagaimana cara pembuatan
herbarium dan bagaimana cara mengindentifikasi tumbuhan dengan cara
melihat ciri – ciri atau bentuk morfologi dari tumbuhan tersebut.
Kesimpulan yang didapat dari kuliah lapangan yang telah dilakukan yaitu
kita dapat mengetahui cara
mengidentifikasi tumbuhan dan kita dapat mengetahui berbagai jenis
tumbuhan yang belum diketahui spesiesnya yang ada di sekitar hutan Way
Kanan Taman Nasional Way Kambas.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Minimal
area merupakan suatu metode dasar dalam penelitian ekologi. Beberapa
metodologi yang umum dan sangat efektif serta efisien jika digunakan
untuk penelitian, yaitu metode kuadrat, metode garis, metode tanpa plot
dan metode kwarter. Akan tetapi dalam praktikum kali ini hanya menitik
beratkan pada penggunaan analisis dengan metode. Salh satunya yaitu metode Kuadran. Pada umumnya meode ini dilakukan
jika hanya vegetasi tingkat pohon saja yang menjadi bahan penelitian.
Metode ini mudah dan lebih cepat digunakan untuk mengetahui komposisi,
dominansi pohon dan menaksir volumenya. (Simanung 2009: 1)
Ada dua macam metode yang umum digunakan yaitu Point-quarter merupakan metode
yang penentuan titik-titik terlebih dahulu ditentukan disepanjanggaris
transek. Jarak satu titik dengan lainnya dapat ditentukan secara acak
atau sistematis. Masing-masing titik dianggap sebagai pusat dari arah
kompas, sehingga setiap titik didapat empat buah kuadran. Pada
masing-masing kuadran inilah dilakukan pendaftaran dan pengukuran luas
penutupan satu pohon yang terdekat dengan pusat titik kuadran. Selain
itu diukur pula jarak antara pohon terdekat dengan titik pusat kuadran
(Swanarmo 1996: 98).
Wandering-quarter
merupakan suatu metode dengan cara membuat suatu garis transek dan
menetapkan titik sebagai titik awal pengukuran. Dengan menggunakan satu
titik yang berpusat pada titik° kompas ditentukan satu kuadran (sudut
90 awal tersebut dan membelah garis transek dengan dua sudut sama
besar. Kemudian dilakukan pendaftaran dan pengukuran luas penutupan
danjarak satu pohon terdekat dengan titik pusat kuadran. Penarikan
contoh sampling dengan metode-metode diatas umumnya digunakan pada
penelitian-penelitian yang bersifat kuantitatif (Andre 2009: 2).
Adapun
parameter vegetasi yang diukur dilapangan secara langsung adalah nama
jenis (lokal atau botanis), jumlah individu setiap jenis untuk
menghitung kerapatan, penutupan tajuk untuk mengetahui persentase
penutupan vegetasi terhadap lahan, diameter batang untuk mengetahui luas
bidang dasar dan berguna untuk menghitung volume pohon, tinggi pohon,
baik tinggi total (TT) maupun tinggi bebas cabang (TBC), penting untuk
mengetahui stratifikasi dan bersama diameter batang dapat diketahui
ditaksir ukuran volume pohon. (Gapala 2010: 3).
Hasil
pengukuran lapangan dilakukan dianalisis data untuk mengetahui kondisi
kawasan yang diukur secara kuantitatif. Beberapa rumus yang penting
diperhatikan dalam menghitung hasil analisa vegetasi, yaitu kerapatan
(Density). Kerapataan adalah banyaknya (abudance) merupakan jumlah
individu dari satu jenis pohon dan tumbuhanlain yang besarnya dapat
ditaksir atau dihitung.Secara kualitatif kualitatif dibedakan menjadi
jarang terdapat ,kadang-kadang terdapat,sering terdapat dan banyak
sekali terdapat jumlah individu yang dinyatakan dalam persatuan ruang
disebut kerapatan yang umunya dinyatakan sebagai jumlah individu,atau
biosmas populasi persatuan areal atau volume,missal 200 pohon per Ha
(Polunin 1990: 214).
Dominasi
dapat diartikan sebagai penguasaan dari satu jenis terhadap jenis lain
(bisa dalam hal ruang ,cahaya danlainnya),sehingga dominasi dapat
dinyatakan dalam besaran banyaknya Individu (abudance)dan kerapatan
(density), persen penutupan (cover percentage) dan luas bidang
dasar(LBD)/Basal area(BA), volume, biomas, indek nilai
penting(importance value-IV).Kesempatan ini besaran dominan yang
digunakan adalah LBH dengan pertimbangan lebih mudah dan cepat,yaitu
dengan melakukan pengukuran diameter pohon pada ketinggian setinggi dada
(diameter breas heigt-dbh) (Swanarmo 1996: 98).
Frekuensi
merupakan ukuran dari uniformitas atau regularitas terdapatnya suatu
jenis frekuensi memberikan gambaran bagimana pola penyebaran suatu
jenis,apakah menyebar keseluruh kawasan atau kelompok. Hal ini
menunjukan daya penyebaran dan adaptasinya terhadap lingkungan. Indek
Nilai Penting merupakan gambaran mengenai karakter dari spesies (Polunin
1990: 144).
1.2 Tujuan Praktikum
Praktikum
ini bertujuan untuk mempelajari jenis tumbuhan dalam suatu lingkungan
dan untuk menenutukan luas petak minimum yang dapat mewakili tipe
komunitas yang sedang dianalis guna keperluan ekologi.
BAB II
TINJUAUAN PUSTAKA
Analisa
vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk
(struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Untuk suatu kondisi
hutan yang luas, maka kegiatan analisa vegetasi erat kaitannya dengan
sampling, artinya kita cukup menempatkan beberapa petak contoh untuk
mewakili habitat tersebut. Dalam sampling ini ada tiga hal yang perlu
diperhatikan, yaitu jumlah petak contoh, cara peletakan petak contoh dan
teknik analisa vegetasi yang digunakan (Polunin 1990: 215).
Prinsip
penentuan ukuran petak adalah petak harus cukup besar agar individu
jenis yang ada dalam contoh dapat mewakili komunitas, tetapi harus cukup
kecil agar individu yang ada dapat dipisahkan, dihitung dan diukur
tanpa duplikasi atau pengabaian. Karena titik berat analisa vegetasi
terletak pada komposisi jenis dan jika kita tidak bisa menentukan luas
petak contoh yang kita anggap dapat mewakili komunitas tersebut, maka
dapat menggunakan teknik Kurva Spesies Area (KSA). Dengan menggunakan
kurva ini, maka dapat ditetapkan : (1) luas minimum suatu petak yang
dapat mewakili habitat yang akan diukur, (2) jumlah minimal petak ukur
agar hasilnya mewakili keadaan tegakan atau panjang jalur yang mewakili
jika menggunakan metode jalur (Wahyu 2009: 2).
Caranya
adalah dengan mendaftarkan jenis-jenis yang terdapat pada petak kecil,
kemudian petak tersebut diperbesar dua kali dan jenis-jenis yang
ditemukan kembali didaftarkan. Pekerjaan berhenti sampai dimana
penambahan luas petak tidak menyebabkan penambahan yang berarti pada
banyaknya jenis. Luas minimun ini ditetapkan dengan dasar jika
penambahan luas petak tidak menyebabkan kenaikan jumlah jenis lebih dari
5-10%). Untuk luas petak awal tergantung surveyor, bisa menggunakan
luas 1m x1m atau 2m x 2m atau 20m x 20m, karena yang penting adalah
konsistensi luas petak berikutnya yang merupakan dua kali luas petak
awal dan kemampuan pengerjaannya dilapangan (Andre 2009:3).
Metode
kuadran umunya dilakukan bila vegetasi tingkat pohon saja yagng jadi
bahan penelitiaan. Metode ini mudah dan lebih cepat digunan untuk
mengetahui komposisi, dominasi pohon dan menksir volumenya. Vegetasi
merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan biasanya terdiri dari beberapa jenis
yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan
bersama tersebut terdapat interaksi yang erat baik diantara sesama
individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya
sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis
(Marsono 1977: 541).
Ada
berbagai metode yang dapat di gunakan untuk menganalisa vegetasi ini.
Diantaranya dengan menggunakan metode kuadran atau sering disebut dengan
kuarter. Metode ini sering sekali disebut juga dengan plot less method
karena tidak membutrhkan plot dengan ukuran tertentu, area cuplikan
hanya berupa titik. Metode ini cocok digunakan pada individu yang hidup
tersebar sehingga untuk melakukan analisa denga melakukan perhitungan
satu persatu akan membutuhkanwaktu yang sangat lama, biasanya metode ini
digunakan untuk vegetasi berbentuk hutan atau vcegetasi kompleks
lainnya ( Andre 2009: 2).
Prinsip
penentuan ukuran petak adalah petak harus cukup besar agar individu
jenis yang ada dalam contoh dapat mewakili komunitas, tetapi harus cukup
kecil agar individu yang ada dapat dipisahkan, dihitung dan diukur
tanpa duplikasi atau pengabaian. Karena titik berat analisa vegetasi
terletak pada komposisi jenis dan jika kita tidak bisa menentukan luas
petak contoh yang kita anggap dapat mewakili komunitas tersebut, maka
dapat menggunakan teknik (Wahyu 2009: 1).
Kurva
Spesies Area (KSA). Dengan menggunakan kurva ini, maka dapat ditetapkan
: (1) luas minimum suatu petak yang dapat mewakili habitat yang akan
diukur, (2) jumlah minimal petak ukur agar hasilnya mewakili keadaan
tegakan atau panjang jalur yang mewakili jika menggunakan metode jalur
Beberapa sifat yang terdapat pada individu tumbuhan dalam membentuk
populasinya, dimana sifat-sifatnya bila di analisa akan menolong dalam
menentukan struktur komunitas. (Marsono 1977: 541).
Sifat-sifat
individu ini dapat dibagi atas dua kelompok besar, dimana dalam
analisanya akan memberikan data yang bersifat kualitatif dan
kuantitatif. Analisa kuantitatif meliputi distribusi tumbuhan
(frekuensi), kerapatan (density), atau banyaknya (abudance). Dalam
pengambilan contoh kuadrat, terdapat empat sifat yang harus
dipertimbangkan dan diperhatikan, karena hal ini akan mempengaruhi data
yang diperoleh dari sample. Keempat sifat itu adalah ukuran petak, bentuk
petak, Jumlah petak, cara meletakkan petak di lapangan. vegetasi
merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis
yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan
bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama
individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya
sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis
((Polunin 1990: 144).
Vegetasi,
tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai
keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan
vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor
lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis,
selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya. Dengan analisis
vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan
komposisi suatu komunitas tumbuhan. Jika berbicara mengenai vegetasi,
kita tidak bisa terlepas dari komponen penyusun vegetasi itu sendiri dan
komponen tersebutlah yang menjadi fokus dalam pengukuran vegetasi
(Andre 2009: 2).
Komponen tumbuh-tumbuhan penyusun suatu vegetasi umumnya terdiri dari Belukar
(Shrub) yaitu tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup besar, dan
memiliki tangkai yang terbagi menjadi banyak subtangkai. Epifit
(Epiphyte) yaitu umbuhan yang hidup dipermukaan tumbuhan lain (biasanya
pohon dan palma). Epifit mungkin hidup sebagai parasit atau
hemi-parasit. Paku-pakuan (Fern) yaitu umbuhan tanpa bunga atau tangkai,
biasanya memiliki rhizoma seperti akar dan berkayu, dimana pada rhizoma
tersebut keluar tangkai daun (Marsono 1977: 541).
Palma
(Palm) yaitu tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu, lurus dan
biasanya tinggi; tidak bercabang sampai daun pertama. Daun lebih panjang
dari 1 meter dan biasanya terbagi dalam banyak anak daun. Pemanjat
(Climber) yaitu tuumbuhan seperti kayu atau berumput yang tidak berdiri
sendiri namun merambat atau memanjat untuk penyokongnya seperti kayu
atau belukar. Terna (Herb) yaitu tumbuhan yang merambat ditanah, namun
tidak menyerupai rumput. Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya
memiliki bunga yang menyolok, tingginya tidak lebih dari 2 meter dan
memiliki tangkai lembut yang kadang-kadang keras. Pohon (Tree) yaitu
umbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu batang atau
tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm (Wahyu 2009: 4)
Untuk
tingkat pohon dapat dibagi lagi menurut tingkat permudaannya, yaitu
Semai (Seedling) yaitu Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan
kurang dari 1.5 m. Pancang (Sapling) yaitu permudaan dengan tinggi 1.5 m
sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm. Tiang (Poles) yaitun pohon
muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm (Polunin 1990: 144).
Sedikit
berbeda dengan inventarisasi hutan yang titik beratnya terletak pada
komposisi jenis pohon. Perbedaan ini akan mempengaruhi cara sampling.
Dari segi floristis-ekologis “random-sampling” hanya mungkin digunakan
apabila langan dan vegetasinya homogen, misalnya padang rumput dan hutan
tanaman. Pada umumnya untuk keperluan penelitian ekologi hutan lebih
tepat dipakai “systimatic sampling”, bahkan “purposive sampling” pun
boleh digunakan pada keadaan tertentu (Irwanto 2010: 2).
Untuk
memperoleh informasi vegetasi secara obyektif digunakan metode ordinasi
dengan menderetkan contoh-contoh (releve) berdasar koefisien
ketidaksamaan. Variasi dalam releve merupakan dasar untuk mencari pola
vegetasinya. Dengan ordinasi diperoleh releve vegetasi dalam bentuk
model geometrik yang sedemikian rupa sehingga releve yang paling serupa
mendasarkan komposisi spesies beserta kelimpahannya akan rnempunyai
posisi yang saling berdekatan, sedangkan releve yang berbeda akan saling
berjauhan. Ordinasi dapat pula digunakan untuk menghubungkan pola
sebaran jenis jenis dengan perubahan faktor lingkungan (Simanung, 2009).
Dalam
analisa vegetasi ini terdapat banyak ragam metode analisa diantaranya
yaitu, dengan cara petak tunggal, dengan cara petak berganda, dengan
cara jalur (Transek) dengan cara garis berpetak, dengan cara-cara tanpa
petak. Beberapa metodologi yang umum dan sangat efektif serta efisien
jika digunakan untuk penelitian, yaitu metode kuadrat, metode garis,
metode tanpa plot dan metode kwarter. Akan tetapi dalam praktikum kali
ini hanya menitik beratkan pada penggunaan analisis dengan metode
kuadran. Pada umumnya dilakukan jika hanya vegetasi tingkat pohon saja
yang menjadi bahan penelitian. Metode ini mudah dan lebih cepat
digunakan untuk mengetahui komposisi, dominansi pohon dan menaksir
volumenya (Polunin 1990: 241).
Ada
dua macam metode yang umum digunakan. Pada umumnya dilakukan jika hanya
vegetasi tingkat pohon saja yang menjadi bahan penelitian. Metode ini
mudah dan lebih cepat digunakan untuk mengetahui komposisi, dominansi
pohon dan menaksir volumenya.Ada dua macam metode yang umum digunakan
yaitu Point-quarter Wandering-quarter (Simanung 2009: 243
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum
ini dilaksanakan pada hari Jumattanggal 30 Maret 2012, pukul 09.00WIB
sampai dengan 11.00 WIB. Bertempat di Taman Nasional Way Kambas Hutan
Way Kanan, Kabupten Lampung timur.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada pratikum ini yaitu alat tulis, buku identifikasi, kantong kemplang, lebel, meteran, parang, tali plastik 1 gulung, Sedangkan bahan yang digunakan perlengkapan pembuatan herbarium dan zat kima yang dibutuhkan.
3.3. Cara Kerja
Disiapkan
alat dan bahan. Sebelum membuat plot ditentukan terelebih dahulu lokasi
yang akan digunakan. Selanjutnya ukur lokasi yang akan dijadikan plot
dengan ukuran 2 x 2 untuk semai, 5 x 5 untuk panjang, dan 10x10 untuk
pohon. Setelah diukur dipasang tali plastik pada area selanjutnya
dihitung jumlah pohon yang terdapat diarea 10 x10, pancang diarea 5 x 5, dan pancang pada area 2 x 2. Dicatat hasil yang didapat
4.2. Pembahasan
Dari pratikum yang
telah dilakukan dapat diketahui bahwa dalam mendiskripsikan suatu
vegetasi haruslah dimulai dari suatu titik pandang. Menurut Ande
marpaung (2009: 2), bahwa vegetasi merupakan suatu pengelompokan dan
tumbuh-tumbuhan yang hidup bersama dalam suatu terutama yang mungkin
dikarakterisasi baik oleh spesies sebagai komponenya. Dalam ilmu
vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis dan juga
sintesis sehingga akan memebantu dan mendiskripsikan suatu vegetasi
sesuai dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lain.dalam waktu
ini akan dipergunakan metode intersepsi titik untuk menemai suatu
vegetasi.
Analisa vegetasi dengan metode kuarter merupakan analisa vegetasi yang
mana dalam pelaksanaannya tidak menggunakan plot atau area sebagai alat bantu. Menurt Michael, M. (1992: 73), bahwa Akan tetapi cuplikan yang digunakan hanya berupa titik sehingga sering juga metode tanpa plot. Hal ini karena pada metode ini tidak menggambarkan luas area tertentu, sama halnya dengan metode kuadrat yaitu dalam memperoleh nilai penting harus terlebih dahulu dihitung kerapatan, dominasi, dan frekuensinnya. Metode ini sering dipakai untuk vegetasi berbentuk hutan atau vegetasi kompleks lainnya.
mana dalam pelaksanaannya tidak menggunakan plot atau area sebagai alat bantu. Menurt Michael, M. (1992: 73), bahwa Akan tetapi cuplikan yang digunakan hanya berupa titik sehingga sering juga metode tanpa plot. Hal ini karena pada metode ini tidak menggambarkan luas area tertentu, sama halnya dengan metode kuadrat yaitu dalam memperoleh nilai penting harus terlebih dahulu dihitung kerapatan, dominasi, dan frekuensinnya. Metode ini sering dipakai untuk vegetasi berbentuk hutan atau vegetasi kompleks lainnya.
Komunitas
adalah sejumlah mahluk hidup dari berbagai macam jenis yang hidup
bersama pada suatu daerah. Menurut Soedjiran (1989: 57), bahwa suatu
komonitas terdiri dari banyaknya jenis dengan berbagai macam populasi
dan interaksi satu dengan yang lain. komposisi suatu komonitas
ditentukan dengan tumbuhan dan hewan yang kebetulan mampu hidup di
tempat tersebut. Anggota komonitas ini tergantung pada penyesuaian diri
setiap individu terhadap faktor-faktor fisik dan biologis yang ada
ditempat tersebut. Ada dua konsep yang ditentukan dalam mengamati pete
komonitas yaitu gradasi komonitas( populasi) dan gradiasi lingkungan
yaitu menyangkut jumlah factor lingkungantambak secara bersama-sama.
Pada
percobaan kali ini kita mengambil tempat di dalam hutan Way Kanan,
dengan metode kwarter dapat dianalisa suatu vegetasi dengan parameter
tentang kerapatan, dominasi dan frekuensi. Meenurut Michael, M. (1992:
74). Adapun dengan metode ini
yang ditemukan adalah tumbuh-tumbuhan sebagai berikut, Pada metode
kuarter ini ada beberapa pohon yang ditemukan lebih dari satu kuadran
atau juga pada titik pusat, karena pada metode ini merupakan tumbuhan
yang terdekat dengan titik pusatlah yang dicuplik datanya.
Pada
praktikum ini digunakan empat titik pusat yang jaraknya agak berjauhan.
Setelah dihitung antara kerapatan absolute, kerapatan relatif, dominasi
absolut, frekuensi absolut serta frekuensi relatif dapat diketahui
bahwa nilai penting
dari jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan yang terbesar adalah nilai penting
pada tumbuhan eukaliptus dan terendah pada tumbuhan cemara. Menurut Ande marpaung (2009: 1), bahwa Hal ini dapat menunjukkan bahwa eukaliptus dapat berkembang dengan baik dan tumbuh dengan baik, pada lingkungan ini dan hal ini juga dapat dijadikan patokan dalam penentuan nama vegetasi. Luas minimum atau kurva spesies area merupakan langkah awal yang digunakan untuk menganalisis suatu vegetasi yang menggunakan petak contoh (kuadrat).
dari jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan yang terbesar adalah nilai penting
pada tumbuhan eukaliptus dan terendah pada tumbuhan cemara. Menurut Ande marpaung (2009: 1), bahwa Hal ini dapat menunjukkan bahwa eukaliptus dapat berkembang dengan baik dan tumbuh dengan baik, pada lingkungan ini dan hal ini juga dapat dijadikan patokan dalam penentuan nama vegetasi. Luas minimum atau kurva spesies area merupakan langkah awal yang digunakan untuk menganalisis suatu vegetasi yang menggunakan petak contoh (kuadrat).
Bentuk
luas minimum dapat berbentuk bujur sangkar, empat persegi panjang dan
dapat pula berbentuk lingkaran. Luas petak contoh minimum yang mewakili
vegetasi hasil luas minimum, akan dijadikan patokan dalam analisis
vegetasi dengan metode kuadrat. Menurut Soedjiran (1989: 57), bahwa luas
minimum digunakan untuk memperoleh luasan petak contoh (sampling area)
yang dianggap representatif dengan suatu tipe vegetasi pada suatu
habitat tertentu yang sedang dipelajari. Luas petak contoh mempunyai
hubungan erat dengan keanekaragaman jenis yang terdapat pada areal
tersebut. Makin tinggi keanekaragaman jenis yang terdapat pada areal
tersebut, makin luas petak contoh yang digunakan.
Luas
daerah contoh vegetasi yang akan diambil datanya sangat bervariasi
untuk setiap bentuk vegetasi mulai dari 1 dm2 sampai 100 m2. Menurut
Michael, M. (1992: 76), bahwa Suatu syarat untuk daerah pengambilan
contoh haruslah representatif bagi seluruh vegetasi yang dianalisis.
Keadaan ini dapat dikembalikan kepada sifat umum suatu vegetasi yaitu
vegetasi berupa komunitas tumbuhan yang dibentuk oleh populasi-populasi.
Dengan demikian pada suatu daerah vegetasi umumnya akan terdapat suatu
luas tertentu, dan daerah tadi sudah memperlihatkan kekhususan dari
vegetasi secara keseluruhan.
BAB V
KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilaksanakan, didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Keanekaragaman hayati berkembang dari keragaman spesiae, gen, dan ekosistem.
2. Minimal area merupakan suatu metode dasar dalam penelitian ekologi tumbuhan.
3. Minimal area atau analisa vegetasi disebut juga sebagai kurva spesies area.
4. Dengan
metode minimal area kita dapat mengetahui secara kualitatif dan
kuantitif dari jenis-jenis tumbuhan yang terdapat pada suatu daerah
tertentu.
5. Untuk membuat minimal area langkah pertama yang harus dilakukan yaitu pembuatan plot.
DAFTAR PUSTAKA
Ande marpaung. 2009. http://boymarpaung.wordpress.com/2009/04/20/apa-dan- bagaimana-mempelajari-analisa-vegetasi/ diakses tanggal 8 Maret 2012, pukul 12.30 WIB.
Andre.2009. Apa dan Bagaimana Mempelajari Analisa Vegetasi. http://boymarpaung.wordpress.com/ 2009/04/20/apa-dan-bagaimana-mempelajari-analisa-vegetasi/. Diakses pada tanggal 8 maret 2012, pukul 12.50 WIB.
Dedy,Irawan. 2010. http://dydear.multiply.com/journal/item/15/Analisa_Vegetasi. diakses tanggal 8 Maret 2012, pukul 12.30 WIB.
Michael, M. 1992. Ekologi Umum.Universitas Indonesia. Jakarta : xii + 243 hlm
Polunin, N. 1990. Ilmu Lingkungan dan Ekologi.Gadjah Mada University Press. Yogyakarta : xi + 246 hlm
org/index.php?option=comcontent&task=view&id =18&Itemid=5. Diakses pada Tanggal 8 Maret 2012, pukul 12.30 WIB.
Swanarmo, H, dkk. 1996. Pengantar Ilmu Lingkungan. Universitas Muhammadyah. Malang : xii + 231 hlm
Wahyu. 2009. Analisis Vegetasi. http://biologi08share.blogspot.com/2009_04_01_ archive.html. Diakses pada tanggal 8 maret 2012, pukul 12.30 WIB.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nematoda
entomopatogen merupakan parasit serangga yang berada di dalam tanah.
Istilah entomopatogen, entomon berasal dari kata Yunani, yang berarti
serangga, dan patogen, yang berarti menyebabkan penyakit. Meskipun
banyak nematoda parasit lainnya menyebabkan penyakit pada tanaman,
ternak, dan manusia, nematoda entomopatogen hanya menginfeksi serangga.
Nematoda entomopatogen (NEP) tinggal di dalam tubuh inang mereka,
sehingga disebut endoparasitic. Mereka menginfeksi berbagai jenis
serangga tanah, larva Lepidoptera, kumbang, dan lalat, serta jangkrik
dewasa dan belalang. NEP telah ditemukan di semua benua dan hidup di
berbagai habitat ekologis yang beragam, mulai ladang yang ditanami
hingga padang pasir (Gaugler 2006: 217)
Diperkirakan
bahwa populasi arthropoda dunia yang meliputi crustacea, laba-laba,
serangga, berjumlah sekitar 1018 individu. Hampir satu juta spesies
arthrpoda tidak terdeskripsi, dan sebagian besar adalah serangga. Pada
kenyataannya, dua dari setiap organisme yang dikenal adalah arthropoda,
dan anggota filum tersebut hamper pada semua habitat yang ada di
biosfer. Berdasarkan kriteria keanekaragaman, penyebaran, dan jumlah
spesies, filum arthropoda harus dianggap sebagai yang paling berhasil
diantara semua filum hewan.keanekaragaman dan keberhasilan arthropoda
sebagian besar dikaitkan dengan segmentasinya, eksoskletonnya yang
keras, dan tungkai yang bersendi (Campbell 2002: 230)
Secara
klasifikasi, nematoda ini termasuk dalam Kingdom Animalia, Filum
Nematoda, Kelas Secermenteae, Ordo Rhabditida. Genus Steinernema
termasuk dalam Familia Steinernematidae dan genus Heterorhabditis
termasuk dalam Familia Rhabditidae, NEP ini dapat diisolasi menggunakan
larva ngengat lilin Galleria mellonella dan atau menggunakan ulat
hongkong (pakan burung) Tenebrio molitor. Penelitian kemampuan famili
Steinernematidae dan Heterorhabditidae sebagai agens pengendali hayati
hama telah banyak dilakukan ( Kimball 1990: 257)
Kelenturan
evolusioner ini bukan saja mengahislkan keanekaragaman yang sangat
besar tetapi juga bangun tubuh yang efisien dengan pembagian tugas antar
bagian-bagian tubuh. Sebagai contoh, anggota badan secara beragam
dimodifikasi untuk berjalan, makan, dan sebagai reseptor sensoris,
kopulasi, dan untuk pertahanan. Karakteristik umum dari filum arthropoda
yaitu tubuh berbentuk simetris bilateral, triplobastik, terdiri atas
segmen-segmen yang berhubungan dengan dunia luar, tubuh terdiri atas
segmen-segmen yang berhubungan dengan dunia luar, tubuh terdiri dari
kepala, torax, dan abdomen, anggota tubuh satu pasang tiap somit atau
tidak ada. Ekskresi dengan tubuh malpighi, kelenjar koksa atau keduanya.
System syaraf terdiri dari ganglion dorsal dan ganglion vebtral
(kartasapoetra 1991: 80)
Semua
kehidupan ditandai dengan ttingkat organisasi yang berhirarki. Sel
menempati tempat khusus dalam hirarki kehidupan karena merupakan tingkat
organisme terendah yang dapat hidup mandiri sebagai suatu organisme.
Protista, misalnya memiliki organel terspesialisasi yang melakukan
pekerjaan tertentu, sehingga dapat mencerna makanan, mendeteksi
perubahan lingkungan, mengekskresikan hasil buangan, dan bereproduksi,
semuanya didalam satu sel tunggal. Protista menggambarkan tingkat
organisasi seluler, tingkat yang paling sederhana yang mungkin dicapai
oleh suatu organisme. Organisme multiseluler, termasuk hewan, memiliki
sel-sel khusus yang mengelompok membentuk jaringan, yang merupakan
tingkat struktur dan fungsi yang lebih tinggi (Campbell 2002: 52)
Arthropoda
dan vertebrata merupakan filum yang memiliki keanekaragaman spesies
paling besar yang beradaptasi pada berbagai lingkungan di daratan. Lebih
dari sejuta spesies hewan yang hidup dan dikenali saat ini, mungkin
pada masa mendatang bila diidentifikasi akan ditemukan banyak
spesies-spesies baru. Para ahli sistematika akan menempatkan hewan-hewan
tersebut dalam cara pengelompokkan menurut pandangan mereka dan
perubahan pada objek yang diamati nematoda-bakteri kompleks mengalami
perbanyakan atau replikasi, menyebabkan septicemia dan membunuh serangga
inang mereka biasanya dalam waktu 48 jam setelah infeksi. (ansori 2009:
182)
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan
dari praktikum ini adalah untuk mempelajari keanekaragaman jenis
serangga dalam suatu lingkungan dan untuk mengetahui beberapa
teknik-teknik pengambilan / serangga terbang dan serangga di permukaan
tanah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam
sistem klasifikasi 5 kingdom, animalia (dunia hewan) digolongkan
berdasarkan struktur tubuhnya. Ada empat ciri struktur tubuh yang
menggambarkan perkembangan dunia hewan secarafilogenetik , yaitu ada
atau tidak adanya jaringan sejati, simetri tubuh (radial,diploblastik
atau bilateral triploblastik), ada atau tidak adanya rongga tubuh
(selom), dan tipe selom (selom dari kumpulan sel atauselom dari pipa
saluran pencernaan) Secara anatomis dan embriologis, hewan-hewan anggota
dari suatu filum menunjukkan kombinasi ciri tubuh yang berbeda dengan
anggota filum yang lain. Misalnya, ciri-ciri dasar susunan tubuh
Arthropoda yang memiliki kaki beruas, kerangka tubuh diluar
(eksoskeleton), dan tubuhnya bersegmen (beruas), contohnya kepiting,
laba-laba dan serangga (Ansori 2009: 181)
Filum
Arthropoda (arthro yaitu sendi atau ruas, poda yaitu kaki atau juluran)
adalah golongan makhluk hewan yang paling besar di dunia ini.
Diperkirakan lebih dari 80% dari seluruh jenis hewan sekarang ini adalah
Arthropoda, menghuni semua jenis habitat yang ada, baik terestrial
maupun akuatik, Ciri-ciri umum filum Arthropoda adalah sebagai
berikut,Tubuh terbagi atau ruas-ruas (segmen), yang biasanya terkelompok
menjadi dua atau tiga daerah yang nyata, Terdapat pasangan-pasangan
juluran yang beruas-ruas, Tubuhnya simetris bilateral, Bagian luar tubuh
terdiri dari eksoskelet (kerangka luar) mengandung khitin, yang dapat
mengelupas apabila tubuhnya berkembang, Sistem alat pencernaan berupa
saluran tubular atau kurang lebih lurus ( Kesumawati, Upik 2010: 2)
Secara
umum tubuh Arthropoda bersegmen dengan eksoskeleton yang keras dari
senyawa protein dan chitin. Memiliki tungkai yang bersendi.Tubuh
ditutupi oleh kutikula. Organ sensoris berkembang dengan baik, meliputi
mata, reseptor pembau, dan antena untuk peraba. Arthtropoda memiliki
sistem sirkulasi terbuka, cairan tubuh yang disebut hemolimfa didorong
oleh suatu jantung, masuk ke ruang sinus yang mengelilingi jaringan dan
organ. Terdapat organ khusus untuk pertukaran gas, seperti spesies
akuatik yang bernafas dengan sejenis insang tipis dan berbulu. Pada
Arthropoda terrestrial menggunakan trakea untuk pertukaran gas (Ansori
2009: 195)
Klasifikasi
arachnida masih sering dipertentangkan, namun kebanyakan pakar setuju
untuk menggolongkan menjadi 11 kelompok utama, dengan catatan penamaan
peringkat taksonominya masih menjadi persoalan. Di antara kesebelas
kelompok itu adalah Scorpiones (kalajengking), Araneae (laba-laba) dan
Acari (tungau dan caplak). Para pakar akarologi menganggap kelompok
Acari ini cukup besar dan beragam anggotanya dan memberikan kepada
kelompok ini peringkat subkelas. Subfilum crustacea Sebenarnya
di dalam subfilum ini terdapat banyak keragaman dalam juluran-juluran
maupun dalam pembagian daerah tubuhnya (Chapman, R.F 1983: 523)
Arachnida
(laba-laba,kalajengking, kutu, tungau) memiliki karekteristik Tubuh
terdiri atas satu atau dua bagian utama, memiliki enam pasang anggota
badan (kelisera, pedipalpus dan empat pasang kaki).pada Diplopoda (kaki
seribu) Tubuh dengan kepala yang jelas, berantena, tipe Mulut pengunyah, tubuh bersegmen dengan dua pasang kaki pada setiap segmen,terrestrial,herbivora.sedangkan Chilopoda
(kelabang) Tubuh dengan kepala yang jelas, berantena, memiliki tiga
pasang alat mulut, anggota tubuh padasegmen pertama mengalami modifikasi
sebagai cakar beracun, segmen tubuh dengan sepasang kaki, terestrial,
karnivora sedangkan pada Insecta (serangga) Tubuh terdiri atas kepala,
toraks dan abdomen, memiliki antenna, bagian mulut dimodifikasi untuk
mengunyah, menghisap atau menelan (Ansori 2009: 194)
Perkembangan
serangga ini berubah secara bertahap dalam bentuk luarnya dari telur
sampai bentuk dewasa. Bentuk pradewasa disebut nimfa, mempunyai
kebiasaan serupa dengan yang dewasa. Kelompok serangga ini disebut juga
Paurometabola. Contohnya antara lain, kutu (Phthiraptera), kepik
(Hemiptera), rayap (Isoptera), belalang (Orthoptera), lipas
(Dictyoptera) (Gambar 3). Selain itu ada pula serangga yang termasuk di
dalam kelompok metamorfosis sederhana tetapi stadium pradewasanya hidup
di air, contohnya ialah capung (Odonata). Bentuk pradewasa disebut naiad
atau tempayak. Kelompok serangga ini disebut juga Hemimetabola.
(Kesumawati, Upik 2010: 8)
Sekalipun
anggota filum Chordata sangat bervariasi, tetapi mereka memiliki ciri
anatomi yang khas, yaitu: notokord, tali saraf dorsal berlubang, celah
faring, dan ekor pascaanus berotot,Notokord, merupakan batang fleksibel
dan longitudinal, terdapat di antara saluran pencernaan dan tali saraf.
Notokord menyokong kerangka di sepanjang tubuh hewan Chordata.Tali saraf
dorsal berlubang, berkembang dari jaringan ektoderm yang menggulung
membentuk tabung yang terletak di bagian dorsal notokord. Tali saraf ini
berkembang menjadi sistem saraf pusat, yaitu otak dan sumsum tulang
belakang. Anggota filum lain memiliki tali saraf tidak berlubang dan
terletak di bagian ventral tubuh (Ansori 2009: 197)
Siklus
hidup serangga umumnya dibagi dalam dua tahap yaitu tahap
pertumbuhan/perkembangan dan pendewasaan atau pemasakan. Selama fase
perkembangan energi tercurahkan untuk proses pertumbuhan, sedangkan
selama fase pendewasaan energi tercurahkan untuk penyebaran dan
reproduksi. Serangga yang baru menetas mempunyai ukuran dan bentuk yang
kadang-kadang berlainan sama sekali dengan serangga dewasa. Perubahan
bentuk yang dialami mulai dari telur sampai serangga dewasa disebut
metamorfosis. Derajat perubahan ini bervariasi pada bermacam-macam
serangga. Diketahui ada tiga tipe metamorfosis serangga yaitu Tidak
mengalami metamorfosis atau ametabola, Metamorfosis sederhana,
Metamorfosis sempurna (Kesumawati, Upik 2010: 6-8)
Filum
Chordata dibagi atas 2 Subfilum, yaitu Subfilum Invertebrata dan
Subfilum Vertebrata. Subfilum Invertebrata terdiri atas Urochordata dan
Cephalochordata. Subfilum Vertebrata dibagi atas dua superkelas, yaitu
Superkelas Agnatha dan Gnathostomata. Superkelas Agnatha terdiri atas 2
kelas, yaitu Myxini dan Cephalaspidomorphi. Sedangkan, superkelas
Gnathostomata terdiri atas 6 kelas, yaitu Chondrichtyes, Osteichtyes,
Amphibia, Reptilia, Aves, dan Mammalia. Spesies-spesies anggota Subfilum
Invetebrata sebagian besar hidup di laut sebagai plankton.
(Kartasapoetra 1991: 82)
Kelas
malacostra dalam kelas ini termasuk udang dan kepiting (order Decapoda)
serta order Isopoda, yang dapt bertindak sebagai induk semang antara
bagi cacing parasit. Beberapa anggota kelas ini, seperti misalnya udang,
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut Tubuh terbagi atas kepala, toraks
dan abdomen. Kepala dan toraks sering menyatu menjadi sefalotoraks, Pada
kepala terdapat dua pasang antena serta perangkat makan yang terdiri
dari sepasang mandibula, dua pasang maksila dan sepasang maksilipeda,
Toraks terdiri dari segmen-segmen yang jelas dan tiap segmen dilengkapi
dengan sepasang embelan (lanjutan), 4 Abdomen terdiri dari
segmen-segmen, dengan bagiannya Memiliki eksoskeleton (rangkaluar) yang
tersusun atas zat kitin (Ansori 2009: 199)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1 Hasil
4.1.1 Sogatella furcifera
Berdasarkan praktikum kuliah lapangan yang telah dilakukan maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Klasifikasi:
Kingdom : Animalia
Divisi : Arthropoda
Kelas : Insecta
Famili : furcifeae
Ordo : Orthoptera
Genus : Sogatella
Spesies : Sogatella furcifera
Nama : Wereng putih
Keterangan Gambar:
1.Kepala 5.Cenci
2.Thorax 6.Ovipositor
3.Abdomen 7.Kaki
4.Antena 8.Anthena
Deskripsi:
Wereng punggung putih (Sogatella furcifera),
menyebar luas di beberapa wilayah. Di Indonesia S. furcifera merupakan
serangga tua yang dikenal sejak tahun 1930. Pada MH 1982 atau 83, hama
ini telah menyerang pertanaman padi berumur 2-3 minggu setelah tanam
seluas 500 ha di Perum Sang Hyang Seri. (yang mempunyai ciri
perkembangbiakannya sangat lamban dan populasinya stabil rendah untuk
mempertahankan makanan supaya tetap tersedia), perkembangan populasi S.
furcifera mulai mengarah kepada serangga yang r-strategik dengan ciri
yang sama seperti pada wereng coklat (Gaugler 2006: 124).
4.12 Lasius fuliginosus
Klasifikasi:
Kingdom : Animalia
Divisi : Arthropoda
Kelas : Insecta
Famili : Formicidae
Ordo : Hymenoptera
Genus : Lasius
Spesies : Lasius fuliginosus
Nama : Semut hitam
Keterangan Gambar:
1. Antena 5. Abdomen
2. Forewings 6. Thorax
3. Hindwings 7. Femur
4. mata facet
Deskripsi:
Secara
umum tubuh semut terdiri dari tiga bagian, yaitu: Kepala, dada, dan
perut. Kepala semut dilengkapi dua buah antena, sepasang rahang dan mata
semu. Dada semut dilengkaoiu dengan tiga kaki yang kokoh dan sepasang
sayap unuk semut jantan. Bagian ujung belakang perut semut dilaengkapi
dengan sengat sebagai alat perlindungan diri, semut betina atau ratu
memiliki ubuh yang besar untuk dpat menghasilkan telur sebanyak –
banyaknya, tubuh semut betina dapat mencapai 15 cm, semut jantan atau
raja memiliki tubuh yang yang lebih kecil dari semut betina, sekitar 1,5
cm, kepala bulat, rahang mereduksi dengan antena panjang dan ramping.
Semut jantan memiliki sayap sehingga dapat mengikuti ratu berumur pendek
karena segera mati setelah melakukan perkawinan ( 2005: 23).
4.13 Leptosia nina
Klasifikasi:
Kingdom : Animalia
Divisi : Arthropoda
Kelas : Insecta
Famili : Pieridae
Ordo : Lepidoptera
Genus : Leptosia
Spesies : Leptosia nina
Nama : Kupu-kupu putih
Keterangan Gambar:
1. Sayap atas 5. Antena
2. Sayap bawah 6. Perut
3. Pembuluh sayap 7. Mata Facet
4. caput 8. Alat penghisap
Deskripsi:
Kupu-kupu
Psyche adalah jenis kupu-kupu berukuran kecil yang terbangnya rendah,
tak lebih dari ketinggian 1m. Sayap berwarna putih dengan ujung sayap
depan berwarna hitam dan terdapat titik hitam. Kupu-kupu ini terbang
dengan lambat dan tubuhnya seperti terlempar ke atas dan bawah saat ia
terbang mengepakan sayapnya, Kupu-kupu Leptosia nina dapat ditemui di
Sri Lanka, India hingga Myanmar, Thailand, Laos, Vietnam, Hainan, China,
Malaysia (Langkawi, Penang, Kedawi) dan Indonesia, Klasifikasi
Ilmiah Kupu-Kupu Psyche termasuk dalam kingdom Animalia atau kerajaan
binatang (animals) dengan phylum arthropoda Latreille, filum hewan beruas (arthropods), kelasnya Insecta atau kelas serangga (insects) dengan ordo Lepidoptera bangsa kupu-kupu dan ngengat ( Anonimus 2012: 1).
4.1.4 Phlaeoba fumosa
Klasifikasi:
Kingdom : Animalia
Divisi : Arthropoda
Kelas : Insecta
Famili : Acrididae
Ordo : Orthoptera
Genus : Phlaeoba
Spesies : Phlaeoba fumosa
Nama : Belalang coklat
Keterangan Gambar:
1. Antena 4. Abdomen
2. Forewings 5. Thorax
3. Hindwings 6. Femur
Deskripsi:
Belalang
coklat merupakan serangga herbivora yang merupakan anggota dari kelas
arthropoda dengan sub kelas insect Ciri khas dari belalang adalah
memiliki 3 pasang kaki dan tubuhnya berbuku – buku. Serangga ini
memiliki antena yang hampir selalu lebih pendek dari tubuhnya dan juga
memiliki ovipositor pendek. Suara yang ditimbulkan beberapa spesies
belalang biasanya dihasilkan dengan menggosokkan femur belakangnya
terhadap sayap depan atau abdomen (disebut stridulasi), atau karena
kepakan sayapnya sewaktu terbang. Femur belakangnya umumnya panjang dan
kuat yang cocok untuk melompat. Serangga ini umumnya bersayap, walaupun
sayapnya kadang tidak dapat dipergunakan untuk terbang. Belalang betina
umumnya berukuran lebih besar dari belalang jantan (Gaugler 2006: 219)
4.1.5 Oxya chinensis
Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Orthoptera
Famili : Acrididae
Genus : Oxya
Spesies : Oxya chinensis
Nama umum : Belalang Hijau
Keterangan gambar :
1.Bulu 6. Kaki depan
2.Capid 7. thorax
3.Rima oris 8. abdomen
4.Organon visus 9. capud
5.Kaki belakang 10. anthena
Deskripsi :
Acrididae
adalah keluarga belalang (grasshoppers, locusts) yang mempunyai antena
relatif pendek dan tebal (short-horned grasshoppers), beda dengan
Tettigoniidae yang merupakan keluarga belalang daun (bush crickets atau
katydids) yang mempunyai antena yang relatif panjang yang biasanya
melebihi panjang tubuhnya (long-horned grasshoppers). Locusts adalah
sebutan untuk grasshoppers yang mengalami perubahan warna dan prilaku
diakibatkan oleh tingginya tingkat populasi yang ada. Nama yang tertera
di belakang nama taksonomi merupakan nama orang yang pertama kali
memberi deskripsi atau gambaran mengenai takson tersebut (deskriptor).
Jika suatu spesies digolongkan dalam genus yang berbeda dari yang
berlaku sekarang, nama deskriptor ditulis dalam tanda kurung (Chapman
2012: 3)
4.2. Pembahasan
Tubuh
Arthropoda beruas-ruas, dan terbagi atas caput atau kepala,thorax atau
dada, dan abdomen atau perut. Memiliki eksoskeleton (rangkaluar) yang
tersusun atas zat kitin. Sistem peredaran darah terbuka, dalam darah
tidak mengandung hemoglobin, sehingga darah hanya berfungsi mengedarkan
sari-sari makanan dan oksigen diedarkan melalui system trakea.
Arthropoda ada yang bernapas dengan trakea, insang, paru-paru buku, dan
difusi melalui seluruh permukaan tubuh. Alat ekskresi berupabadan
malphigi dan nefridia. Reproduksi secara seksual dengan peleburan gamet
jantan (sperma) dan gamet betina (ovum) kemempuan memakan jenis makanan
yang berbeda, dan kemampuan menyelamatkan diri dari musuhnya (Suwarno
2009: 146)
Serangga
merupakan kelompok hewan yang dominan di muka bumi dengan jumlah
spesies hampir 80 persen dari jumlah total hewan di bumi.Dari 751.000
spesies golongan serangga, sekitar 250.000 spesies terdapat di
Indonesia. Serangga di bidang pertanian banyak dikenal sebagai hama
Sebagian bersifat sebagai predator, parasitoid, atau musuh alami
Kebanyakan spesies serangga bermanfaat bagi manusia. Sebanyak 1.413.000
spesies telah berhasil diidentifikasi dan dikenal, lebih dari 7.000
spesies baru di temukan hampir setiap tahun. Karena alasan ini membuat
serangga berhasil dalam mempertahankan keberlangsungan hidupnya pada
habitat yang bervariasi, kapasitas reproduksi yang tinggi, (Borror 1998:
236).
Crustaceae berasal dari kata crusta yang berarti berkulit keras. Tubuh terbagi
atas 2 bagian , yaitu sefalotoraks (kepala, dada) dan abdomen ( perut).
Tubuh dilindungi oleh eksoskeleton ( karapaks ) yang tersusun dari zat
kitin. Waktu makan udang, bagian inilah yang biasanya dibuang. Udang
memiliki 5 pasang kaki di sefalotoraks dan 5 pasang kaki pada abdomen,
sepasang kaki pertama yang memiliki bentuk seperti capit, disebut
keliped yang digunakan untuk mempertahankan diri dan memegang mangsa.
Empat pasang kaki berikutnya adalah kaki yang digunakan untuk berjalan,
disebut juga pereipoda, 5 pasang kaki yang terletak pada bagian perut
digunakan untuk berenang atau biasa disebut sebagai pleopoda Habitat di
perairan, baik air tawar ataupun air laut (Suwarno 2009: 147)
Serangga
memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Bila mendengar nama
serangga, maka selalu diidentikkan dengan hama di bidang pertanian,
disebabkan banyak serangga yang bersifat merugikan, seperti walang
sangit, wereng, ulat grayak, dan lainnya. Serangga dapat merusak tanaman
sebagai hama dan sumber vektor penyakit pada manusia. Namun, tidak
semua serangga bersifat sebagai hama atau vector penyakit. Kebanyakan
serangga juga sangat diperlukan dan berguna bagi manusia. Serangga dari
kelompok lebah, belalang, jangkrik, ulat sutera, kumbang, semut membantu
manusia dalam proses penyerbukan tanaman dan menghasilkan produk
makanan kesehatan (Metcalfe & William 1975)
Serangga
juga sangat berperan dalam menjaga daur hidup rantai dan jaring-jaring
makanan di suatu ekosistem. Sebagai contoh apabila benthos (larva
serangga yang hidup di perairan) jumlahnya sedikit, secara langsung akan
mempengaruhi kehidupan ikan dan komunitas hidup organisme lainnya di
suatu ekosistem Sungai atau Danau. Di bidang pertanian, apabila serangga
penyerbuk tidak ditemukan maka keberhasilan proses penyerbukan akan
terhambat (Nazaruddin 1993: 234)
Crustaceae
merupakan hewan omnivora,Memiliki sistem peredaran darah terbuka, jadi
darah yang beredar dalam tubuhnya tidak melalui pembuluh melainkan
langsung beredar ke dalam ronggarongga yang ada dalam tubuhnya. Pada
bagian kepala terdapat dua pasang antena. Sepasang antena pendek
dilengkapi dengan stigma atau bintik mata yang berfungsi untuk
membedakan antara gelap dan terang, serta sepasang antena panjang
sebagai indra peraba yang dilengkapi dengan statolit yang berfungsi
untuk keseimbangan badan waktu berada di perairan (Suwarno 2009: 147)
Pada
bagian depan (frontal) apabila dilihat dari samping (lateral) dapat
ditentukan letak frons, clypeus, vertex, gena, occiput, alat mulut, mata
majemuk, mata tunggal (ocelli), postgena, dan antenna, Sedangkan toraks
terdiri dari protorak, mesotorak, dan metatorak dan embelan-embelannya.
Dibagian ini ditemukan letak tungkai dengan ruasruasnya seperti coxa,
throchanter, femur, tibia, tarsus dan pretarsus. Sayap dengan letak
pembuluh membujur dan melintang, notum pleuron, sternum, pescutum,
scutum, dan postscutellum Sepasang antena pendek dilengkapi dengan
stigma atau bintik mata (Kesumawati 2010: 248)
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum
ini dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 9-10 Desember 2011, pada
pukul 10.00 – 15.00 WIB. Bertempat di Tanjung Putus, Belakang Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan,Universitas Sriwijaya, Inderalaya.
3.2 Alat dan Bahan
Alat
yang digunakan dalam praktek ini adalah penggaris, penghapus, pensil,
tabung film, insecting net, botol selai, kawat, tali plastic, kertas
minyak, kayu pancang, plastik penutup, toples, fitfall traps (perangkap
jebak), light trap, dan kayu pancang, sedangkan bahan yang digunakan
adalah alcohol 70%, metil eugenol (petrogenol), formalin 4%, dn kapur
barus
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Fitfal Traps (Perangkap Jebak)
Perangkap
ini digunakan untuk menagkap serangga tanah di lokasi yang telah kita
plot pada luasan area 1 m2, pada lapisan tanah dan serasah kita keruk
dengan kedalam kira-kira 10 – 20 cm kemudian dengan menggunakan gelas
selai yang didalamnya diisi dengan formalin 4% atau alcohol 70%
secukupnya dan di atasnya kita gantungkan atau kaitkan segumpal kapas
yang berupa madu atau sisa makanan lain serbagai umpan, untuk
menghindari air hujan yang masuk ke perangkap diatas perangkap tersebut
kita pancangkan atap sebagai perlindungan dari curah hujan, kemudian
kita biarkan selama 24 jam dan keesokkan harinya serangga tertangkap,
kita masukkan ke dalam tabung film/ botol selai yang telah diberi
larutan formalin 4%,selanjutya dilakukan tahap pengidentifikasian di
laboratorium dengan menggunakan buku kunci identifikasi serangga
diantaranya borror (1992) dan buku lain yang representatife.
3.3.2 Insecting Net / Jala net
Pegangan
jala serangga dapat dibuat dari kayu dan lingkaran dapat dibuat dari
kawat sesuai dengan kebutuhan, diameter sebaikknya lebih kurang 35 cm,
buat lubang di ujung tangkai, kawat di bengkokkan dan jepit ke lubang
diujung tangkai tersebut dan ikat dengan tali atau kawat lihat pada
gambar, bahan jarring dari kain yang tipis dan transparan sehingga
serangga dapat terlihat dari luar, tepi dijahit untuk menangkap
kupu-kupu diperlukan bahan kain yang lembut, agar sayap tidak rusak.
Panjang tangkai pegangan 1,5 m, untuk menangkap serangga terbang dan
kupu-kupu, insecting net kita kibas 2-3 kibasan secara zig-zag dan
lubang jarring hendaknya tertutup mengarah ke bawah tanah dan lipat
separuh jaring.
Untuk
memindahkan serangga dalam jarring ke botol koleksi/ killing jar
sebaiknya menggunakan pinset agar kolektor aman dari sengatan serangga,
jika ingin diawetkan usahakan bagian tubuhnya lengkap dan tidak rusak,
untuk serangga yang terjaring tidak bersengat seperti kupu-kupu dengan
memijit thorax. Serangga bersayap seperti kupu-kupu, capung sebaiknya
disimpan secara kering atau dengan menggunakan kertas segitiga yang
bahannya dari kertas minyak dengan ukuran panjang 3 dan lebar 2 atau 3 :
2
BAB V
KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan, mka dapat kita simpulkan beberapa hasil yang di peroleh yaitu:
1. Pada fitfall traps yang di letakkan di bawah pohon,lebih banyak mendapatkan serangga,di bandingkan di tempat lainnya.
2.
Pengkoleksian serangga dapat di lekukan dengan berbagai macam teknik,
diantaranya dengan menggunakan zat atraktan yaitu dengan feromon atau
juga dengan zat kimia yang berperan untuk menarik serangga
3.
Penggunaan toples pada light traps di karenakan musim penghujan, hal
ini agar perangkap tidak tumpah dan dapat menampung air ketika di
gantung.
4. Penangkapan serangga dapat di lakukan dengan tiga cara, yaitu fitfall traps, insecting net, light trap.
5.
Serangga terbang yang di dapat,di awetkan pada kertas minya berbentuk
segitiga, hal ini di karenakan agar insect tidak mudah rusak dan lebih
awet.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Keanekaragaman serangga.http://google.com/keanekaragaman serangga. Diakses pada tanggal 13 desember 2011, pukul 16.00 WIB
Ansori. 2009. Biologi dan kehidupan. Jakarta: Bumi Aksara. Xii + 375 hlm.
Campbell N.A .2003. biologi.Edisi kelima-jilid 2. Jakarta: Erlangga. xxii + 404 hlm
Chapman, R.F. 1983. http://google.com/keanekaragaman serangga. Diakses pada tanggal 13 Desember 2011, pukul 14.00 WIB
Gaugler. 2006. Nematodes-Biological Control. Jakarta: Yaxin Li,Cornell University.
Kartasapoetra. 1991. 1991. Anatomi Tumbuhan-Tumbuhan. Jakarta: Rineka Cipta. VII + 254 Hlm
Kesumawati,Upik. 2010. Biologi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Vii + 291 Hlm
Kimball, W jhon. 1993. Biologi Edisi-Kelima jilid 3. Jakarta: Erlangga. VII + 553 Hlm.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar