KELIMPAHAN PLANKTON dan TUMBUHAN AIR
( Laporan Praktikum Plankton dan Tumbuhan Air )
Oleh:
FETRIK E SIMARMATA
- PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara garis besar organisme lautan terbagi atas tiga golongan yaitu bentos, nekton, dan
plakton. Bentos adalah organisme yang mendiami dasar perairan. Nekton merupakan organisme yang lebih besar dengan kemampuan renang yang melakukan kegiatan di daerah pelagik. Plankton didefinisikan sebagai organisme hanyut (tidak memiliki kemampuan renang) apapun yang hidup dalam zona pelagik (bagian atas) samudera, laut, dan badan air tawar.
plakton. Bentos adalah organisme yang mendiami dasar perairan. Nekton merupakan organisme yang lebih besar dengan kemampuan renang yang melakukan kegiatan di daerah pelagik. Plankton didefinisikan sebagai organisme hanyut (tidak memiliki kemampuan renang) apapun yang hidup dalam zona pelagik (bagian atas) samudera, laut, dan badan air tawar.
Fitoplankton
dapat berperan sebagai salah satu dari parameter ekologi yang dapat
menggambarkan kondisi suatu perairan. Salah satu ciri khas organisme
fitoplankton yaitu merupakan dasar dari mata rantai pakan di perairan
(Dawes, 1981). Oleh karena itu, kehadirannya di suatu perairan dapat
menggambarkan karakteristik suatu perairan apakah berada dalam keadaan
subur atau tidak.
Kelimpahan
fitoplankton di suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa parameter
lingkungan dan karakteristik fisiologisnya. Komposisi dan kelimpahan
fitoplankton akan berubah pada berbagai tingkatan sebagai respons
terhadap perubahan-perubahan kondisi lingkungan baik fisik, kimia,
maupun biologi (Reynolds et al.
1984). Faktor penunjang pertumbuhan fitoplankton sangat kompleks dan
saling berinteraksi antara faktor fisika-kimia perairan seperti
intensitas cahaya, oksigen terlarut, stratifikasi suhu, dan ketersediaan
unsur hara nitrogen dan fosfor, sedangkan aspek biologi adalah adanya
aktivitas pemangsaan oleh hewan, mortalitas alami, dan dekomposisi
(Goldman dan Horne, 1983).
Pulau
tegal merupakan salah satu pulau yang ada di pesisir lampung, pulau ini
telah dimanfaatkan sebagai kawasan pariwisata dan lokasi budidaya
keramba jaring apung (KJA). Pulau tegal berpotensi menjadi pulau yang
mempunyai tingkat kesuburan yang sangat tinggi (eutrofik) disebabkan
oleh jumlah KJA yang meningkat setiap tahun, hal ini dapat berpengaruh
terhadap produktivitas perairan. Salah satu diantaranya adalah dapat
meningkatkan unsur hara (nitrogen dan fosfor) yang berasal dari sisa
pakan yang tidak termakan oleh ikan dan sisa metabolisme ikan. Muatan
unsur hara yang berlebihan dapat merangsang pertumbuhan fitoplankton
dengan cepat dan berlimpah sehingga dapat mempengaruhi fluktuasi dan
kelimpahan fitoplankton yang ada di perairan ini.
B. Tujuan
Praktikum
ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas dan kelimpahan
fitoplankton dan mengetahui teknik pengambilan sampel plankton dari
suatu perairan serta mengidentifikasi jenis dari plankton dan tumbuhan
air di perairan pulau tegal
- TINJAUAN PUSTAKA
- Plankton
Menurut
Gusrina dalam BSE menyatakan plankton adalah organisme renik yang hidup
melayang-layang mengikuti pergerakan air. Plankton didalam perairan
dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu phytoplankton dan zooplankton.
Phytoplankton adalah organisme renik yang hidup melayang-layang
mengikuti pergerakan air yang berasal dari jasad nabati sedangkan
zooplankton adalah organisme renik yang hidup melayang-layang mengikuti
pergerakan air yang berasal dari jasad hewani. Sedangkan bentos adalah
organisme air yang hidup didasar perairan .Jenis-jenis phytoplankton dan
zooplankton yang dapat dibudidayakan dapat dikelompokkan berdasarkan
habitatnya adalah plankton air tawar dan plankton air laut. Plankton air
tawar hidup diperairan tawar sedangkanplankton air laut hidup
diperairan laut.
Dalam
siklus hidupnya phytoplankton melakukan proses fotosintesa dan
berukuran kecil yaitu terdiri dari satu sel atau beberapa sel. Bentuk
phytoplankton antara lain: oval, bulat dan seperti benang. Phytoplankton
yang hidup di dalam perairan ini akan memberikan warna yang khas pada
perairan tersebut seperti berwarna hijau, biru atau coklat. Hal ini
dikarenakan didalam tubuh phytoplankton terdapat zat warna atau pigmen.
Zat warna atau pigmen ini dapat diklasifikasikan yaitu :
1. Warna biru (Fikosianin)
2. Warna hijau (Klorofil)
3. Warna pirang (Fikosantin)
4. Warna merah (Fikoeritrin)
5. Warna kuning (Xantofil)
6. Warna keemasan (Karoten)
Berdasarkan zat warna yang dimiliki oleh alga ini, maka alga dapat dikelompokkan menjadi :
1. Alga Hijau (Kelas Chlorophyceae)
2. Alga Coklat (Kelas Bacillariophyceae/kelas Phaephyceae)
3. Alga Keemasan (Kelas Chrysophyceae)
4. Alga Merah (Kelas Rhodophyceae)
5. Alga Hijau Kebiruan (Kelas Cyanophyceae)
Selain
itu menurut Nybakken (1992), plankton adalah kelompok-kelompok
organisme yang hanyut bebas dalam laut dan daya renangnya sangat lemah.
Kemampuan berenang organisme-organisme planktonik demikian lemah
sehingga mereka sama sekali dikuasai oleh gerakan air, hal ini berbeda
dengan hewan laut lainnya yang memiliki gerakan dan daya renang yang
cukup kuat untuk melawan arus laut.
Plankton
adalah suatu organisme yang terpenting dalam ekosistem laut, kemudian
dikatakan bahwa plankton merupakan salah satu organisme yang berukuran
kecil dimana hidupnya terombang-ambing oleh arus perairan laut
(Hutabarat dan Evans, 1988)
Menurut
ukurannya, plankton dibagi ke dalam beberapa kelompok, yaitu
makroplankton (lebih besar dari 1 mm), mikroplankton (0,06–1 mm) dan
nanoplankton (kurang dari 0,06 mm) meliputi berbagai jenis fitoplankton.
Diperkirakan 70 % dari semua fitoplankton di laut terdiri dari
nanoplankton dan inilah yang memungkinkan terdapatnya zooplankton
sebagai konsumer primer (Sachlan, 1972).
Berdasarkan
daur hidupnya, plankton terbagi dalam dua golongan yaitu holoplankton
yang merupakan organisme akuatik dimana seluruh hidupnya bersifat
sebagai plankton, golongan kedua yaitu meroplankton yang hanya sebagian
dari daur hidupnya bersifat sebagai plankton (Bougis, 1976; Nybakken,
1992).
Berdasarkan keadaan biologisnya, Newel (1963) menggolongkan plankton sebagai berikut : (a) Fitoplankton yang merupakan tumbuhan renik, (b) Zooplankton yang merupakan hewan-hewan yang umumnya renik.
Zooplankton merupakan anggota plankton yang bersifat hewani, sangat beraneka ragam dan terdiri dari bermacam larva dan bentuk dewasa yang mewakili hampir seluruh filum hewan. Zooplankton memiliki ukuran yang lebih besar dari fitoplankton (Nontji, 1987).
Effendi (1997) membagi ukuran zooplankton dengan ketentuan khusus, yaitu makrozooplankton yang berukuran lebih besar dari 2 cm, dan mesozooplankton yang berukuran 200 – 20.000 m. Larva ikan maupun ikan-ikan muda yang bersifat planktonik disebut ichtyoplankton umumnya berukuran besar. Umumnya zooplankton mempunyai alat gerak seperti flagel, cilia atau kaki renang, namun tidak dapat melawan pergerakan air (Raymont, 1963).
Komposisi
jenis zooplankton sangat bervariasi di berbagai wilayah laut. Bagian
terbesar dari organisme zooplankton adalah anggota filum Arthropoda dan
hampir semuanya termasuk kelas Crustacea. Holoplankton yang paling umum
ditemukan di laut adalah Copepoda. Copepoda merupakan zooplankton yang
mendominasi di semua laut dan samudera, serta merupakan herbivora utama
dalam perairan-perairan bahari dan memiliki kemampuan menentukan bentuk
kurva populasi fitoplankton. Copepoda berperan sebagai mata rantai yang
amat penting antara produksi primer fitoplankton dengan para karnivora
besar dan kecil (Nybakken,1992).
Romimohtarto
dan Juwana (1998) menyatakan bahwa Crustacea merupakan jenis
zooplankton yang terpenting bagi ikan-ikan, baik di perairan tawar
maupun di perairan laut. Diantara anggota filum Arthropoda, hanya
Crustacea yang dapat hidup sebagai plankton dalam perairan. Menurut
Davis (1955), kelimpahan zooplankton sangat ditentukan oleh adanya
fitoplankton, karena fitoplankton merupakan makanan bagi zooplankton.
Silvania (1990) mengemukakan bahwa di perairan fitoplankton mempunyai
peranan sebagai produsen yang merupakan sumber energi bagi kehidupan
organisme lainnya. Hal ini juga didukung oleh Arinardi (1977) yang
menyatakan bahwa kepadatan zooplankton sangat tergantung pada kepadatan
fitoplankton, karena fitoplankton adalah makanan bagi zooplankton,
dengan demikian kuantitas atau kelimpahan zooplankton akan tinggi di
perairan yang tinggi kandungan fitoplanktonnya.
Zooplankton
merupakan organisme penting dalam proses pemanfaatan dan pemindahan
energi karena merupakan penghubung antara produsen dengan hewan-hewan
pada tingkat tropik yang lebih tinggi. Dengan demikian populasi yang
tinggi dari zooplankton hanya mungkin dicapai bila jumlah fitoplankton
tinggi. Namun dalam kenyataannya tidak selalu benar dimana seringkali
dijumpai kandungan zooplankton yang rendah meskipun kandungan
fitoplankton sangat tinggi. Hal ini dapat diterangkan dengan adanya “The
Theory of Differential Growth Rate” (Teori Perbedaan Kecepatan Tumbuh)
yang dikemukakan oleh Steeman dan Nielsen (1973) yang menyebutkan bahwa
pertumbuhan zooplankton tergantung pada fitoplankton tetapi karena
pertumbuhannya lebih lambat dari fitoplankton maka populasi maksimum
zooplankton akan tercapai beberapa waktu setelah populasi maksimum
fitoplankton berlalu.
- Tumbuhan air
Padang
Lamun adalah hamparan vegetasi berbentuk rumput yang umumnya terdapat
pada laut dangkal dekat pantai. Fungsinya adalah sebagai habitat
ikan-ikan kecil yang setelah besar ikan tersebut berpindah ke tengah
laut yang lebih dalam. Ekosistem Padang Lamun memberikan sumber makanan
yang produktif bagi ikan-ikan di laut. Karena ekosistem padang lamun
berada dekat dengan pantai, tentunya tekanan utama terhadap ekosistem
ini datang dari segala hasil kegiatan manusia di pantai. Eutrofikasi
dengan nutrien nitrogen dan fosfat dapat mengakibatkan peningkatan
pertumbuhan algae dan tanaman lamun, tetapi tidak mengganggu
keseimbangan organisme yang ada. Eutrofikasi yang bersumber dari unsur
hara di darat, seperti air kotor, minyak, detergen, pupuk dan limbah
tambak dapat menimbulkan peledakan epifita lamun dan mengurangi
tembusnya cahaya ke tumbuhan tersebut. Hilangnya tumbuhan lamun mengarah
kepada erosi lokal, meningkatkan gerakan ombak di dasar laut dan
kekeruhan air laut yang berdampak pada kekurangan cahaya untuk vegetasi
lamun.
Dua
masalah utama dalam pengelolaan padang lamun di Indonesia adalah
masalah distribusi lahan pertumbuhan vegetasi dan tingkat eksploitasi
sumber daya padang lamun. Masalah distribusi, yaitu hamparan ekosistem
padang lamun tidak selalu terdapat di sembarang tempat di laut dangkal,
tetapi hanya bisa tumbuh di tempat-tempat tertentu sehingga sulit
dilakukan pengelolaannya. Eksploitasi padang lamun biasanya dilakukan
oleh masyarakat kecil dan tersebar di mana-mana sehingga sulit dilakukan
pengelolaan secara baik untuk kepentingan ekosistem laut secara
keseluruhan.
- Faktor Pembatas
Faktor
pembatas fisik bagi suatu organisme kita kenal secara luas di antaranya
faktor cahaya matahari, suhu, ketersediaan sejumlah air, gabungan
antara faktor suhu dan kelembaban, dan lain sebagainya.
Faktor
pembatas nonfisik adalah unsur-unsur nonfisik seperti zat kimia yang
terdapat dalam lingkungan akan menjadi faktor pembatas bagi
organisme-organisme untuk dapat hidup dan berinteraksi satu sama
lainnya.
Kondisi
lingkungan perairan (aquatic) berbeda dengan kondisi lingkungan daratan
(terrestrial), terutama ditinjau dari keberadaan unsur kimiawi seperti;
O2, CO2, dan gas-gas terlarut lainnya yang dapat diperoleh organisme di
lingkungannya.
Garam
biogenik adalah garam-garam yang terlarut dalam air, seperti karbon
(C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), sulfur (S), posfor (P),
kalium (K), kalsium (Ca), dan magnesium (Mg). Zat kimia ini merupakan
unsur vital bagi keberlanjutan organisme tertentu. Tanah terdiri atas
bahan induk, bahan organik, dan mineral yang hasil pencampurannya dapat
membentuk tekstur tanah tertentu. Ruang-ruang antara hasil pencampuran
bahan-bahan tadi diisi oleh gas dan air. Kondisi tekstur dan kemampuan
tanah inilah yang akan menentukan ketersediaan unsur hara bagi tumbuhan
dan hewan di atasnya.
Tumbuhan
perdu yang mempunyai daun lebar lebih tahan terhadap keterbatasan sinar
matahari, sedangkan tumbuhan rerumputan sangat membutuhkan sinar
matahari. Lebar atau kecil daun berpengaruh langsung terhadap kemampuan
tumbuhan untuk melakukan kegiatan fotosintesis dan penguapan
(transpirasi). Semakin lebar daun semakin tinggi kemampuan fotosintesis
dan semakin besar pula penguapan.
Faktor
cahaya, temperatur, dan kadar garam dalam ekosistem perairan akan
berinteraksi bersama menjadi faktor pembatas utama terhadap keberadaan
organisme. Hal ini dapat dilihat jelas pada perbedaan jenis organisme
yang biasa didapati di dekat muara sungai dengan yang terdapat di lepas
pantai atau laut dalam.
- Metode Pelaksanaan
- Waktu dan Tempat
Kegiatan
praktikum ini dilaksanakan selama dua hari, pada tanggal 29-30 Mei
2010. Bertempat di Pulau Tegal, Kabupaten Pesawaran, Propinsi Lampung.
- Lokasi Praktikum
Pengambilan
sample plankton dan tumbuhan air ini dilakukan di perairan laut,
tepatnya pulau tegal, dengan 4 titik pengambilan, yaitu di wilayah yang
jauh dari aktivitas, dekat dengan aktivitas dan wilayah antara keduanya.
- Alat dan Bahan
Adapun
alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum, yaitu planktonet, lugol
iodine, botol film, ember volume 5 liter, Sedgwick-rafter cell, tissue,
pipet tetes, dan mikroskop binokuler.
- Pengambilan Sampel
C.1 Plankton
Adapun prosedur kerja dalam pengambilan sample plankton, yaitu:
- Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
- Menentukan letak pengambilan sampel
- Air laut disaring sebanyak 100 liter dengan menggunakan plankton net ukuran 25 μm
- Hasil penyaringan diwadahi menggunakan botol film dengan volume 10 ml
- Kemudian diawetkan dengan menggunakan lugol 5%
- Selanjutnya sampel tersebut diidentifikasi di Laboratorium Fakultas Pertanian, dengan berpedoman pada buku identifikasi Davis (1955), Needham (1963), dan Sachlan
C.2 Tumbuhan Air
Adapun prosedur kerja dalam pengambilan sample tumbuhan air, yaitu:
- Ditentukan letak pengambilan sampe, dengan 4 titik pengambilan sample
- Buat transek dengan ukuran 5X5M sebanyak 3 petak dalam satu lokasi
- Amati, hitung dan ambil sample tumbuhan air yang ada di wilayah transek tersebut
- Identifikasi jenis tumbuhan air tersebut
- Analisis Data
Adapun analisis data dalam praktikum plankton dan tumbuhan air, menggunakan rumus, sbb:
D.1 Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’)
s
H’ = – S (ni/N) ln (ni/N)
i=1
Kisaran total Indeks Keanekaragaman dapat diklasifikasikan sebagai berikut (modifikasi Wilhm dan Dorris (1968) dalam Mason (1981)):
H’ < 2,3026 : keanekaragaman kecil dan kestabilan komunitas rendah
2,3026<H’> 6,9078: keanekaragaman dan kestabilan komunitas sedang
H’ > 6,9078 : keanekaragaman tinggi dan kestabilan komunitas tinggi
D.2 Indeks keseragaman (E)
E = H’/Hmax
Indeks
Keseragaman berkisar antara 0-1. Apabila nilai mendekati 1 sebaran
individu antar jenis merata. Nilai E mendekati 0 apabila sebaran
individu antar jenis tidak merata atau ada jenis tertentu yang dominan.
D.3 Indeks dominansi (D)
D = ni2X 100%
N2
Keterangan :
D = Indeks Dominansi
ni = jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah total individu
D mendekati 0 tidak ada jenis yang mendominansi dan D mendekati 1 terdapat jenis yang mendominansi.
D.4 Kelimpahan Plankton dan Tumbuhan air
Pengukuran kelimpahan plankton menggunakan rumus Sachlan dan Effendi (1972), sebagai berikut:
A C 1000
F = —— x ——- x ——- x N
B D E
Keterangan :
F = Jumlah individu per liter
A = Luas cover glass
B = Luas lapang pandang
C = Volume sampel yang disaring
D = Volume sampel yang diambil
E = Volume sampel yang diteliti
N = Jumlah organisme yang didapat
- HASIL DAN PEMBAHASAN
Metode
sampling plankton dalam praktikum ini menggunakan metode kualitatif,
yaitu dimaksudkan untuk mengetahui jenis–jenis plankton dan metode
kuantitatif, yaitu untuk mengetahui kelimpahan plankton yang berkaitan
dengan distribusi waktu dan tempat.
A. Plankton
Tabel.1 Data hasil pengamatan jumlah dan jenis plankton
No.
|
Jenis Plankton
|
Jumlah Plankton (sel/ml)
| |||
Sampel 1
|
Sampel 2
|
Sampel 3
|
Sampel 4
| ||
1
|
Aequorea vitrina
|
1
|
0
|
0
|
0
|
2
|
Amphora
|
2
|
0
|
0
|
0
|
3
|
Basilaria paradoxa
|
7
|
0
|
0
|
0
|
4
|
Brachionus sp
|
1
| |||
5
|
C.Granii
|
4
|
0
|
0
|
0
|
6
|
C.Radiatus
|
3
|
1
|
0
|
89
|
7
|
Calanus
|
0
|
0
|
0
|
5
|
8
|
Eutima gracilis
|
0
|
6
|
0
|
0
|
9
|
Fragillaria oceanika
|
0
|
2
|
0
|
0
|
10
|
Gyrodinium glaucum
|
3
|
15
|
0
|
0
|
11
|
Halosphaera viridis
|
3
|
26
|
0
|
0
|
12
|
Leptocylindricus danicus
|
4
|
0
|
0
|
0
|
13
|
Navicula
|
4
|
3
|
0
|
0
|
14
|
Nitzschia closterium
|
6
|
0
|
0
|
5
|
15
|
Oscillatoria
|
3
|
0
|
0
|
0
|
16
|
Pleurosigma.Micans
|
0
|
0
|
0
|
6
|
17
|
Phalocroma sp
|
1
|
1
|
0
|
0
|
18
|
Pinnularia
|
3
|
0
|
5
|
0
|
19
|
Podon leucarii
|
1
|
0
|
0
|
0
|
20
|
Rhizosolenia
|
0
|
13
|
2
|
0
|
21
|
Rhizosolenia seligera
|
22
|
0
|
5
|
7
|
22
|
Skeletonema
|
3
|
0
|
0
|
0
|
23
|
Tintinopsis sp
|
3
|
3
|
3
|
0
|
24
|
Thalassiothrix nitzschloides
|
1
|
0
|
0
|
0
|
Data
hasil pengamatan menunjukkan bahwa lebih banyak fitoplankton yang
teramati yaitu 16 genus daripada zooplankton 8 genus. Jenis fitoplankton
yang teramati dari Bacillariophyta adalah Chaetocheros sp., Thalassiontrix sp., Nitzschia sp., Pleurosigma sp.,Coscinodiscus sp., Rhizosolenia sp.., Thalossionema sp., dan Navicula sp. Dari Cyanophyta adalah Oscillatoria sp. Untuk Chlorophyta terdapat 1 genus yaitu Spirogyra sp.
Keberadaan
Bacillariophyta dari hasil pengamatan cukup banyak. Hal ini diduga
disebabkan oleh salinitas yang relatif tinggi di perairan pulau tegal,
yaitu berkisar antara 29-31‰. Menurut Sachlan (1972), fitoplankton yang
hidup pada kisaran salinitas diatas 20‰ sebagian besar merupakan
plankton dari kelompok Bacillariophyta. Keadaan demikian menurut Riley
(1967), diduga berkaitan dengan kondisi perairan yang mendukung terutama
keadaan salinitas dan ketersediaan unsur hara. Yudilasmono (1996) dalam Arsil
(1999), menyatakan bahwa Bacillariophyta atau Bacillariophyceae lebih
mudah beradaptasi dengan lingkungannya dan merupakan kelompok
fitoplankton yang disenangi oleh ikan dan larva udang.
Zooplankton yang teramati dari Protozoa 4 genus adalah Tintinopsis sp.,Prorosentrum sp.,Triseratium sp. dan Ceratium sp. Rotifera ada 1 genus Brachionus sp., sedangkan Crustacea ada 3 genus yaitu Acartia sp., Daphnia sp. dan Calanus sp.
Dari hasil penghitungan Indeks Keanekaragaman (Diversity Index)
terhadap jenis-jenis plankton yang teramati di tiap stasiun penelitian
secara umum berada dibawah kisaran nilai indeks keanekaragaman H’ <
2,3026 menurut klasifikasi Wilhm dan Dorris (1968) dalamMason
(1981), yaitu pada kisaran nilai 0,8824-2,2889. Kisaran ini menunjukkan
keanekaragaman di perairan pulau tegal kecil dan kestabilan komunitas
rendah.
Dari hasil penghitungan Indeks Keseragaman (Equitability Index)
dengan skor 0 sampai 1 didapatkan bahwa pada 4 kali pengambilan contoh
sampel plankton didapatkan bahwa nilai indeks antara 0,818 sampai dengan
0,968. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar nilai indeks (mendekati
nilai 1), semakin besar pula keseragaman populasi yang berarti
penyebaran jumlah individu sama dan tidak ada kecenderungan terjadi
dominansi oleh satu spesies.
Nilai
indeks dominansi di perairan pulau tegal berkisar antara 0,1045-0,4811.
Nilai ini menunjukkan bahwa relatif tidak ada jenis plankton yang
mendominansi, dengan demikian tidak ada jenis-jenis yang mengendalikan
perairan ini. Hilangnya jenis-jenis yang dominan, menurut Odum (1971),
akan menimbulkan perubahan-perubahan penting tidak hanya pada komunitas
biotiknya sendiri tetapi juga dalam lingkungan fisiknya.
Indeks Keanekaragaman (Diversity Index), Indeks Keseragaman (Equitability Index)
dan indeks dominansi merupakan indeks yang digunakan untuk menilai
kestabilan komunitas biota perairan terutama dalam hubungannya dengan
kondisi suatu perairan. Dengan mengacu pada nilai indeks, terlihat bahwa
perairan ini cenderung tidak stabil karena relatif tidak ada jenis
plankton tertentu yang mendominasi dan rendahnya keanekaragaman. Dimana
menurut Clark (1974) dan Krebs (1972) dalam Arsil
(1999), tingginya keanekaragaman menunjukkan suatu ekosistem yang
seimbang dan memberikan peranan yang besar untuk menjaga keseimbangan
terhadap kejadian yang merusak ekosistem dan spesies yang dominan dalam
suatu komunitas memperlihatkan kekuatan spesies itu dibandingkan spesies
lain. Ekosistem yang tidak seimbang akan mempengaruhi pakan alami
sehingga jika pakan alami tidak tersedia maka kelangsungan hidup larva
organisme akan terancam.
- Tumbuhan Air
B.1 Lokasi 1
No.
|
Jenis Tumbuhan
|
Jumlah
| ||
Ulangan 1
|
Ulangan 2
|
Ulangan 3
| ||
1.
|
Enhalus
|
25 %
|
5 %
|
2 %
|
2.
|
Padina
|
10 %
|
10 %
|
2 %
|
B.2 Lokasi 2
No.
|
Jenis Tumbuhan
|
Jumlah
| ||
Ulangan 1
|
Ulangan 2
|
Ulangan 3
| ||
1.
|
Enhalus
|
80 %
|
10 %
|
5 %
|
2.
|
Halimeda
|
20 %
|
90 %
|
30 %
|
B.3Lokasi 3
No.
|
Jenis Tumbuhan
|
Jumlah
| ||
Ulangan 1
|
Ulangan 2
|
Ulangan 3
| ||
1.
|
Enhalus
|
90 %
|
100 %
|
30 %
|
2.
|
Halimeda
|
5 %
|
0 %
|
10 %
|
B.4 Lokasi 4
No.
|
Jenis Tumbuhan
|
Jumlah
| ||
Ulangan 1
|
Ulangan 2
|
Ulangan 3
| ||
1.
|
Enhalus
|
5 %
|
0 %
|
0 %
|
Pada
lokasi pengambilan sampel 1 merupakan lokasi yang jauh dari aktivitas,
didapatkan tumbuhan air dengan variasi nilai keragaman 25%, 5% ,5 %. Hal
ini berarti indeks keragamannya tergolong sedang, Pada perhitungan
indeks keseragaman hasil yang didapat yaitu 0,866 artinya keseragamannya
tinggi. Selanjutnya Indeks dominasi yang diperoleh berdasarkan hasil
perhitungan menunjukkan angka 0,214. hal ini berarti indeks dominasinya
tergolong rendah karena nilai tersebut lebih mendekati nol.
Sedangkan
pada lokasi 2 dan 3 didapatkan indeks keseragaman yang tinggi dan
indeks keanekaragaman yang rendah. Akan tetapi kondisi tersebut berbeda
pada lokasi 4, dimana indeks keseragaman dan keanekaragaman yang rendah
sekali. Hal tersebut kemungkinan erat kaitannya dengan banyaknya
aktifitas di lokasi tersebut yang mengakibatkan tingkat pencemaran
tinggi sehingga mempengaruhi pertumbuhan tumbuhan air yang berada
dilokasi tersebut.
- Kesimpulan
Perairan
pada pulau tegal memiliki 24 jenis plankton, dari hasil analisis indeks
keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi menunjukkan
bahwa perairan ini memiliki keanekaragaman yang rendah dan tidak ada
spesies plankton yang mendominasi, sehingga perairan ini cenderung tidak
stabil. Ketidakstabilan perairan erat kaitannya dengan ketersediaan
pakan alami bagi larva organisme.
DAFTAR PUSTAKA
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan
dari Marine Biology : An Ecological Approach. Alih Bahasa : M. Eidman,
Koesoebiono, D.G. Bengen dan M. Hutomo. Gramedia, Jakarta. 459 p
Sachlan,
M. 1982. Planktonologi. Correspondence Course Centre. Direktorat
Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta. 141 p
Umar,
C. 2003. Struktur Komunitas dan Kelimpahan Fitoplankton dalam Kaitannya
dengan Kandungan Unsur Hara (Nitrogen dan Fosfor) dari Budidaya Ikan
dalam Keramba Jaring Apung di Waduk Ir. H. Juanda Jatiluhur Jawa Barat.
Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. 94 p
Yuliana
dan Tamrin. 2005. Fluktuasi dan Kelimpahan Fitoplankton di Danau Laguna
Ternate, Maluku Utara. 11 p (belum dipublikasikan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar